Vol. 3, No. 2, Juli 2022
p-ISSN 2798-4125;e-ISSN 2798-4311
42 glosains.greenpublisher.id
GAMBARAN PELAKSANAAN RUJUKAN BERJENJANG BPJS
KESEHATAN DI INDONESIA
Cindy Salsabila
1
, Khairi Rizki Hidayani
2
, Yuni Pratiwi Subagio
3
Fitriani Pramita Gurning
4
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara
E-mail: cindysalsabila05@gmail.com
1
, rizkikhairi22@gmail.com
2
,
yunipratiwi113@gmail.com
3
, fitrianigurning@uinsu.ac.id
4
Diterima:
25 Juni 2022
Direvisi:
10 Juli 2022
Disetujui:
12 Juli 2022
Abstrak
Jaminan kesehatan sosial merupakan hak bagi penduduk melalui suatu
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan diatur dalam UU No. 40
Tahun 2004. Permenkes No. 71 Tahun 2013 mengenai Pelayanan
Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional menyatakan pelayanan
kesehatan rujukan tingkat lanjutan adalah upaya pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat spesialistik dan subspesialistik yang meliputi
rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap
di ruang perawatan khusus. Tujuan penelitian ini untuk melihat
bagaimana pelaksanaan terkait rujukan berjenjang pada peserta BPJS di
Indonesia. Metode pada penelitian ini adalah literature review dengan
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian artikel jurnal
dan skripsi yang diakses pada Google Scholar serta buku. Hasil
penelitian ini menunjukkan pelaksanaan sistem rujukan berjenjang
masih belum optimal pada beberapa FKTP di Indonesia, adapun kendala
yang ditemukan pada pelaksanaan rujukan berjenjang adalah
komunikasi dari SDM yang terlibat dalam pelayanan rujukan masih
belum memberikan informasi, kurang memadai sarana dan prasarana
untuk menunjang pelayanan rujukan berjenjang dan terdapat fasilitas
kesehatan yang tidak menerapkan SOP yang mengatur tentang sistem
pelayanan rujukan berjenjang.
Kata kunci: BPJS, Pelayanan Kesehatan, Rujukan Berjenjang
Abstract
Social health insurance is a right for residents through a Social Security
Administering Body and is regulated in Law no. 40 of 2004. Permenkes
No. 71 of 2013 concerning Health Services in the National Health
Insurance states that advanced level referral health services are
individual health service efforts that are specialist and sub-specialist in
nature which include advanced level outpatient care, advanced level
inpatient care, and inpatient care in special care rooms. The purpose of
this study is to see how the implementation of tiered referrals for BPJS
participants in Indonesia is carried out. The method in this study is a
literature review using secondary data obtained from research on
journal articles and theses which are accessed on Google Scholar and
books. The results of the study show that the implementation of a tiered
referral system is still not optimal in several FKTPs in Indonesia, while
the obstacles found in the implementation of tiered referrals are that
communication from human resources involved in referral services still
does not provide information, inadequate facilities and infrastructure to
Gambaran Pelaksanaan Rujukan Berjenjang BPJS
Kesehatan di Indonesia
Glosains: Jurnal
Global Indonesia
Cindy Salsabila, Khairi Rizki Hidayani, Yuni Pratiwi Subagio
Fitriani Pramita Gurning 43
support tiered referral services and there are health facilities that do not
apply the SOP which regulates the tiered referral service system.
Keywords: BPJS, Health Services, Tiered Referral
Pendahuluan
Berpedoman pada pasal 28 H ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa setiap
orang memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang
kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
Berdasarkan regulasi-regulasi yang dibuat oleh pemerintah memberikan sebuah pengertian,
bahwasannya setiap orang berhak mendapatkan kesehatan serta diberikan pelayanan
terhadap kesehatannya secara layak (Wulansari, Adhi, & Martini, 2015).
Kesadaran terhadap pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang
sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 Pasal l34 ayat 2, yaitu menyebutkan bahwa
negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem ini
dikenal sebagai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari SJSN yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme
asuransi kesehatan yang bersifat wajib berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN
dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terhadap kesehatan yang layak,
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah. Pengoptimalisasian pada sistem rujukan adalah salah satu unsur yang penting
pada pilar penguatan pelayanan kesehatan di Indonesia sehingga dalam sistem rujukan
termasuk dalam strategi pembangunan kesehatan (Nurhani & Rahmadani, 2020).
Peraturan Menteri Kesehatan No 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Program JKN menyatakan bahwa puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan
tingkat pertama memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif). Puskesmas merupakan pusat pelayanan kesehatan perorangan
primer yang berfungsi sebagai gatekeeper atau kontak pertama pelayanan kesehatan formal
dan penakis rujukan sesuai standar pelayanan medis (Ratnasari, 2017). Sistem rujukan
pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis.
Sistem pelayanan kesehatan rujukan telah tertuang dalam Permenkes No. 71 Tahun
2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional dinyatakan
bahwasannya Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan merupakan upaya
pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik dan subspesialistik yang
meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang
perawatan khusus (RIFZAL, 2018). Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, peserta
dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik, atau dokter
keluarga/praktek mandiri yang tercantum pada kartu peserta BPJS Kesehatan. Apabila
peserta memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis, maka peserta dapat dirujuk
ke fasilitas kesehatan tingkat kedua atau fasilitas kesehatan sekunder, dalam hal ini FKTL.
Pelayanan rujukan pada BPJS Kesehatan dapat dikategorikan menjadi 2 cara, yaitu:
Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang
sifatnya sementara atau menetap (FEBRIANTI, 2020).
Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya (Umami & Wulandari, 2017). Berdasarkan
Vol. 3, No. 2, Juli 2022
p-ISSN 2798-4125;e-ISSN 2798-4311
44 glosains.greenpublisher.id
survey terdahulu terhadap pemberlakuan pelayanan melalui BPJS didapati adanya kasus-
kasus rujukan yang terlalu besar diperkirakan sekitar 80% daripada kasus dirujuk ke
Fasilitas Pelayanan Tingkat Lanjut/FKTL dan sekitar 20% daripada kasus dapat
diselesaikan di Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama/FKTP. Harus diupayakan agar 80%
dari kasus dapat diselesaikan di FKTP, dan hanya 20% kasus yang dirujuk ke FKRTL. Hal
ini bisa terlaksana dengan baik apabila di FKTP juga dilaksanakan upayaupaya pola hidup
sehat sehingga orang tidak sakit artinya Upaya Kesehatan Masyarakat berupa upaya
promotif dan preventif harus dilaksanakan, tentunya juga dengan pembiayaan dari pihak
Pemerintah.
Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana pelaksanaan terkait rujukan
berjenjang pada peserta BPJS di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi untuk perbaikan terkait rujukan berjenjang pada peserta BPJS di Indonesia.
Metode Penelitian
Metode pada penelitian ini menggunakan Literature Review. Pada metode Literatur
review berisikan uraian tentang teori, temuan dan bahan penelitian lain yang diperoleh
sebagai bahan acuan untuk landasan pada kegiatan penelitian (Salsabila, Astuti, Hafidah,
Nurjanah, & Jumiatmoko, 2021). Uraian yang terdapat dalam literatur review ini diarahkan
untuk menyusun kerangka pemikiran yang jelas tentang pemecahan masalah yang sudah
diuraikan dalam sebelumnya pada perumusan masalah. Pada jurnal ini para penulis
mengambil sumber artikel jurnal maupun buku sebanyak 10 sumber.
Pada jurnal ini para penulis menggunakan data sekunder yang mana sumber
keabsahannya berasal dari artikel jurnal pada penelitian sebelumnya serta berdasarkan pada
buku yang relevan (Syahdan, Ridwan, Ismaya, Aminullah, & Elihami, 2021). Adapun
jurnal yang diambil berasal dari Google Scholar, lalu data pendukung berasal dari Undang-
Undang, Kementrian Kesehatan, BPJS dan lainnya.
Hasil dan Pembahasan
1. Analisa Hasil
Hasil studi literatur menunjukkan bahwa dari 10 jurnal terdapat 5 pusat kesehatan
diantaranya telah melaksanakan pelayanan rujukan berjenjang sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh BPJS. Hal ini didukung oleh kemampuan komunikasi SDM kepada
masyarakat mengenai rujukan berjenjang, sarana dan prasarana terkait dengan pelaksanaan
rujukan berjenjang yang telah memadai dan kepatuhan pusat kesehatan terhadap regulasi
serta standar operasional prosedur (Primasari, 2016). Hal ini sudah termaktub dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No. 01 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
(Rachmayanti, 2017) bahwa adanya SOP untuk rujukan eksternal. Serta adanya alur
rujukan dari puskesmas yang menjelaskan dari tahap proses rujukan hingga pasien
mendapatkan surat rujukan. Pelayanan rujukan berjenjang yang pelaksanaannya mematuhi
SOP dapat mendukung program kesehatan yang efektif dan efisien.
Selain itu beberapa pusat kesehatan terdapat faktor pengetahuan dari peserta
rujukan yang mematuhi prosedur sehingga memudahkan pihak penyelenggara untuk
memberikan rujukan. Namun, masih terdapat pusat penyelenggara kesehatan yang tidak
didukung oleh sarana dan prasarana untuk menunjang program rujukan berjenjang.
Gambaran Pelaksanaan Rujukan Berjenjang BPJS
Kesehatan di Indonesia
Glosains: Jurnal
Global Indonesia
Cindy Salsabila, Khairi Rizki Hidayani, Yuni Pratiwi Subagio
Fitriani Pramita Gurning 45
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Emi Oktaviani (2018) di Puskesmas Sukoharjo masih
terdapat kendala tentang pelaksanaan rujukan berjenjang karena jumlah penduduk tidak
sebanding dengan ketenagaan dan sarana prasarana sehingga pelayanan rujukan berjenjang
belum optimal.
2. Pengertian Sistem Rujukan
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan (Ahkam &
Muchlis, 2021) yang dilakukan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang
wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan
seluruh fasilitas kesehatan.
3. Pengertian Sistem Rujukan Berjenjang
Menurut WHO, sistem rujukan (referral system) adalah proses dimana petugas
kesehatan yang memiliki sumberdaya terbatas untuk menangani kondisi klinis (obat,
peralatan, kemampuan) pada satu level sistem kesehatan, melakukan pencarian bantuan
kepada fasilitas kesehatan yang lebih baik atau memiliki sumberdaya tertentu pada level
yang sama atau di atasnya, atau mengambil alih penanganan kasus pasien.
Menurut BPJS Kesehatan, Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung
jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib
dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh
fasilitas kesehatan (BPJS Kesehatan). Rujukan medis merupakan bentuk pelimpahan
wewenang serta tanggung jawab yang berkaitan dengan masalah kedokteran sebagai
respon terhadap ketidakmampuan fasilitas kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pasien
dengan tujuan untuk menyembuhkan dan atau memulihkan status kesehatan pasien
(Kementerian Kesehatan RI 2012, Pedoman Sistem Rujukan Nasional Direktorat Jenderal
BUK (Bina Upaya Kesehatan).
Mekanisme pelaksanaan sistem rujukan secara komprehensif telah diatur dalam
PMK No.01 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Sistem
rujukan wajib dijalankan oleh pasien yang merupakan peserta jaminan kesehatan atau
asuransi kesehatan sosial dan pemberi pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI,
2012). Sebagaimana pada pelayanan kesehatan pada umumnya, pelayanan pada rujukan
berjenjang juga memiliki syarat dan prosedur. Adapun syarat rujukan berjenjang adalah
sebagai berikut:
1. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis
dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
4. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
5. Ketentuan di atas tidak berlaku pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan
permasalahan kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis.
Kemudian prosedur yang diterapkan pada rujukan berjenjang adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan kepada para pasien atau keluarganya tentang alasan rujuk;
2. Melakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang dituju sebelum merujuk;
3. Membuat surat rujukan dan juga melampirkan hasil diagnosis pasien dan catatan
medisnya;
Vol. 3, No. 2, Juli 2022
p-ISSN 2798-4125;e-ISSN 2798-4311
46 glosains.greenpublisher.id
4. Mencatat pada register dan juga membuat laporan rujukan;
5. Stabilisasi keadaan umum pasien, dan dipertahankan selama dalam perjalanan;
6. Pendampingan pasien oleh tenaga kesehatan;
7. Menyerahkan surat rujukan kepada pihak-pihak yang berwenang di fasilitas
pelayanan kesehatan di tempat rujukan;
8. Surat rujukan pertama harus berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan primer,
kecuali dalam keadaan darurat.
Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Askes, Jamkesmas, Jamkesda, SKTM dan
badan penjamin kesehatan lainnya tetap berlaku.
Pada tingkat pelayanan kesehatan primer masih ditemukannya kasus penyakit yang tidak
memerlukan pasien untuk di rujuk ke FKRTL karena dapat ditangani oleh fasilitas
kesehatan pertama, namun pasien sendiri terkadang bersikeras untuk di rujuk ke fasilitas
tingkat selanjutnya dengan alasan lebih mempercayai kompetensi tenaga kesehatan di
FKRTL. Hal ini selaras dengan penelitian oleh Andita Cindy Faulina dkk (2016) Hasil dari
penelitian ini adalah tidak semua pasien JKN membutuhkan pelayanan kesehatan
spesialistik dan masih terdapat juga pasien yang meminta dirujuk dengan alasan pasien
tersebut lebih percaya terhadap kompetensi yang dimiliki oleh dokter spesialis.
Adanya kasus seperti ini menyebabkan rujukan pada kasus yang tidak perlu dirujuk
membuat sistem rujukan tidak akan memberikan hasil seperti yang diharapkan
(Nurlinawati, Rosita, & Werni, 2019).
Pemberian rujukan ke fasilitas kesehatan lanjutan juga berdasarkan pada regional
dari peserta rujukan, tujuannya menghindari keterlambatan atas penanganan kasus ataupun
kejadian yang membutuhkan respon cepat (Susiloningtyas, 2020). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Putri H dkk (2017) di Puskesmas Perawatan Kota Bengkulu,
petugas medis nantinya akan memetakan serta merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
terdekat wilayah regional peserta BPJS dan mudah dijangkau dengan waktu yang tidak
lama.
Mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak adalah hak setiap orang. Melakukan
pemerataan pelayanan kesehatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan suatu
Negara. Meratanya pelayanan kesehatan hingga ke daerah Timur utamanya pelayanan
rujukan dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh (Ticoalu, 2013) di Puskesmas
Singgani Kecamatan Palu Timur Kota Palu, dinyatakan bahwa telah terpenuhinya variabel
komunikasi, variabel SDM, variabel birokrasi yang telah sesuai dengan SOP.
Kesimpulan
Beberapa pusat kesehatan masyarakat di Indonesia, pelaksanaan terhadap
pelayanan rujukan berjenjang masih belum optimal. Hal ini dapat terlihat pada kualitas
komunikasi dari SDM kepada masyarakat untuk menjelaskan alur pelayanan rujukan yang
cenderung minim dalam memberikan informasi. Pada fasilitas sarana dan prasarana sebagai
penunjang terlaksananya sistem rujukan juga masih mengalami kekurangan seperti tidak
lengkapnya form rujukan yang diberikan oleh FKTP kepada peserta rujukan (Putri, 2020).
Kemudian dukungan sistem birokrasi di suatu puskesmas juga mempengaruhi terlaksana
atau tidaknya rujukan berjenjang ini. Di beberapa pusat pelayan kesehatan masyarakat
(Puskesmas) masih di dapatkannya birokrasi yang berbelit sehingga mengakibatkan peserta
tidak melakukan rujukan ke FKTP namun langsung meminta untuk di rujuk ke FKRTL.
Hal tersebut menyebabkan masyarakat kurang menggunakan fasilitas rujukan berjenjang
ini.
Sebaiknya pemerintah melalui dinas kesehatan provinsi melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap pelaksanaan sistem rujukan berjenjang FKTP. Karena masih tidak
optimalnya pelayanan rujukan berjenjang yang disebabkan minimnya SDM yang mengerti
Gambaran Pelaksanaan Rujukan Berjenjang BPJS
Kesehatan di Indonesia
Glosains: Jurnal
Global Indonesia
Cindy Salsabila, Khairi Rizki Hidayani, Yuni Pratiwi Subagio
Fitriani Pramita Gurning 47
terhadap alur rujukan dan kurangnya komunikasi yang dilakukan oleh SDM sehingga
terkesan tidak memberikan informasi kepada peserta rujukan.
Pemenuhan sarana dan prasarana terkait pelaksanaan rujukan berjenjang juga
belum baik, karena masih ditemukannya form rujukan yang kurang sehingga tidak efisien
pelayanan yang diberikan. Untuk merujuk pasien ke pelayanan lanjutan sudah sesuai
karena petugas akan mencarikan yang jaraknya tidak jauh sehingga akses untuk
mendapatkan pelayanan lebih mudah dan cepat.
Bibliography
Ahkam, Zahrawi Astrie, & Muchlis, Nurmiati. (2021). Implementasi Sistem
Rujukan Terintegrasi (Sisrute) Di Rsud Labuang Baji Kota Makassar. Journal
Of Muslim Community Health, 2(2), 98111.
Febrianti, Erni. (2020). Kajian Basis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Peserta
Bpjs Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Di Kota
Makassar. Universitas Hasanuddin.
Nurhani, Nurhani, & Rahmadani, Suci. (2020). Analisis Pelaksanaan Sistem
Rujukan Pasien Bpjs Kesehatan Di Puskesmas Mamasa, Puskesmas Malabo
Dan Puskesmas Balla Kabupaten Mamasa. Jurnal Publikasi Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 7(2).
Nurlinawati, Iin, Rosita, Rosita, & Werni, Sefrina. (2019). Gambaran Faktor
Penyebab Rujukan Di Puskesmas Kota Depok. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, 22(3), 176183.
Primasari, Karleanne Lony. (2016). Analisis Sistem Rujukan Jaminan Kesehatan
Nasional Rsud. Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak. Jurnal Administrasi Rumah
Sakit Indonesia, 1(2).
Putri, Bella Adelia. (2020). Analisis Penerapan Rujukan Berjenjang Pasien Peserta
Bpjs Kesehatan Di Puskesmas Mandala Kota Medan. Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara.
Rachmayanti, Laily. (2017). Gambaran Pelaksanaan Sistem Pelayanan Pasien
Rujukan Rawat Jalan Pelayanan Tingkat Ii Pada Peserta Bpjs Di Rsai
Bandung Tahun 2017. Uin Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran
Dan Ilmu Kesehatan, 2017.
Ratnasari, Dwi. (2017). Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Bagi
Peserta Jkn Di Puskesmas X Kota Surabaya. Jurnal Administrasi Kesehatan
Indonesia, 5(2), 145154.
Rifzal, Frindos. (2018). Analisis Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Mutu
Pelayanan Di Rumah Sakit Umum Haji Medan. Institut Kesehatan Helvetia.
Salsabila, Aqila Tsabita, Astuti, Dwi Yuni, Hafidah, Ruli, Nurjanah, Novita Eka, &
Jumiatmoko, Jumiatmoko. (2021). Pengaruh Storytelling Dalam
Meningkatkan Kemampuan Empati Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak,
10(2), 164171.
Vol. 3, No. 2, Juli 2022
p-ISSN 2798-4125;e-ISSN 2798-4311
48 glosains.greenpublisher.id
Susiloningtyas, Luluk. (2020). Sistem Rujukan Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan
Maternal Perinatal Di Indonesia Refferal System In Maternal Perinatal Health.
Jurnal Sistem Rujukan Dalam Sistem Pelayanan, 616.
Syahdan, Syahdan, Ridwan, Madinatul Munawwarah, Ismaya, Ismaya, Aminullah,
Andi Muhammad, & Elihami, Elihami. (2021). Analisis Penerapan Sistem
Klasifikasi Ddc Dalam Pengolahan Pustaka. Jurnal Edukasi Nonformal, 2(1),
6380.
Ticoalu, Sartika Sasmi. (2013). Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Memberikan
Pelayanan Kesehatan Terhadap Masyarakat. Lex Et Societatis, 1(5).
Umami, Lidia Shafiatul, & Wulandari, Diah Rahayu. (2017). Analisis Pelaksanaan
Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Bpjs Kesehatan Di Puskesmas.
Faculty Of Medicine.
Wulansari, Ritriani Ika, Adhi, Suwanto, & Martini, Rina. (2015). Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional Di Kabupaten Temanggung. Journal Of
Politic And Government Studies, 4(3), 8190.
This Work Is Licensed Under A Creative Commons Attribution-
Sharealike 4.0 International License.