Pendahuluan
Berpedoman pada pasal 28 H ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa setiap
orang memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang
kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
Berdasarkan regulasi-regulasi yang dibuat oleh pemerintah memberikan sebuah pengertian,
bahwasannya setiap orang berhak mendapatkan kesehatan serta diberikan pelayanan
terhadap kesehatannya secara layak (Wulansari, Adhi, & Martini, 2015).
Kesadaran terhadap pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang
sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 Pasal l34 ayat 2, yaitu menyebutkan bahwa
negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem ini
dikenal sebagai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari SJSN yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme
asuransi kesehatan yang bersifat wajib berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN
dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terhadap kesehatan yang layak,
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah. Pengoptimalisasian pada sistem rujukan adalah salah satu unsur yang penting
pada pilar penguatan pelayanan kesehatan di Indonesia sehingga dalam sistem rujukan
termasuk dalam strategi pembangunan kesehatan (Nurhani & Rahmadani, 2020).
Peraturan Menteri Kesehatan No 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Program JKN menyatakan bahwa puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan
tingkat pertama memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif). Puskesmas merupakan pusat pelayanan kesehatan perorangan
primer yang berfungsi sebagai gatekeeper atau kontak pertama pelayanan kesehatan formal
dan penakis rujukan sesuai standar pelayanan medis (Ratnasari, 2017). Sistem rujukan
pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis.
Sistem pelayanan kesehatan rujukan telah tertuang dalam Permenkes No. 71 Tahun
2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional dinyatakan
bahwasannya Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan merupakan upaya
pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik dan subspesialistik yang
meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang
perawatan khusus (RIFZAL, 2018). Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, peserta
dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik, atau dokter
keluarga/praktek mandiri yang tercantum pada kartu peserta BPJS Kesehatan. Apabila
peserta memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis, maka peserta dapat dirujuk
ke fasilitas kesehatan tingkat kedua atau fasilitas kesehatan sekunder, dalam hal ini FKTL.
Pelayanan rujukan pada BPJS Kesehatan dapat dikategorikan menjadi 2 cara, yaitu:
Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang
sifatnya sementara atau menetap (FEBRIANTI, 2020).
Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya (Umami & Wulandari, 2017). Berdasarkan