Vol. 5, No. 1, Januari 2024
p- 2798-4125; e- 2798-4311
1 glosains.staiku.ac.id
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KOMUNIKASI PROFETIK DALAM
FILM BUYA HAMKA
Elsa Tania Putri, Asep Saeful Muhtadi, Imron Rosyidi
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Abstrak
Fokus penelitian ini adalah bagaimana media film digunakan sebagai media komunikasi
yang mampu mengalirkan sebuah pesan dakwah kepada audiens berkenaan dari sisi seni
ataupun media yang digunakannya, sehingga sangat efektif dalam menyampaian pesan-
pesan dakwah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan
analisis wacana pada teks film Buya Hamka menggunakan teori analisis wacana Teun A
Van Dijk. Hasil penelitian ini yaitu untuk menemukan tema dan skema yang difokuskan
pada teks-teks pada film Buya Hamka. Maka dapat disimpulkan bahwa film ini bertema
utama potret komunikasi profetik yang terdapat pada film Buya Hamka.
Kata kunci: komunikasi dakwah; komunikasi profetik; film
Abstract
The focus of this research is how film media is used as a communication medium that is
able to convey a da'wah message to the audience regarding the art or media used, so that
it is very effective in conveying da'wah messages. This research uses a qualitative approach
using discourse analysis on the Buya Hamka film text using Teun A Van Dijk's theory of
discourse analysis. The results of this research are to find themes and schemes that focus
on the texts in the film Buya Hamka. So it can be concluded that this film has the main
theme of the portrait of prophetic communication found in the film Buya Hamka.
Keywords: da'wah communication; prophetic communication; film
Pendahuluan
Islam merupakan agama yang luhur, agama yang senantiasa memberikan pelajaran
yang luar biasa tentang kehidupan. Bukti bahwa agama Islam selalu memberikan pelajaran
hidup adalah dengan adanya Al-Qur’an yang diturunkan secara Mutawatir atau secara
bertahap kepada malaikat Jibril as. kepada Nabi terkahir kita yaitu Nabi Muhammad Saw.
Tugas kita sebagai umat Nabi Muhammad tidak lain untuk mengamalkan isi kandungan
dalam Al-Qur’an serta menyebarluaskan berbagai ajaran didalamnya kepada umat lainnya
yang biasa disebut dengan Dakwah Islamiyah. Nasarudin Latif dalam bukunya
mengejawantahkan terkait Dakwah Islamiyah sebagai sebuah upaya yang dilakukan baik
secara lisan maupun tulisan yang bersifat memanggil, menyeru umat untuk beribadah
hanya pada Allah Swt sesuai dengan pedoman-pedoman dalam Al-quranul kareem. Dalam
surat An-Nahl ayat 125 dijelaskan pula bahwa manusia dituntut untuk senantiasa menyeru
manusia lainnya untuk berjalan dijalan yang benar dengan sebuah hikmah dan pengajaran
yang baik kemudian jika ada sebuah kekeliruan hendaklah didebat dengan cara-cara yang
baik pula. Sesungguhnya Allah maha Melihat siapa saja yang tersesat dan siapa yang
mendapatkan petunjuknya.
Melihat perkembangan yang amat sangat maju seperti sekarang ini, kehadiran
dakwah tidak dapat tergerus oleh apapun baik itu oleh waktu, kemajuan teknologi maupun
pergeseran kebiasaan manusia. Dakwah sampai kapanpun akan terus dibutuhkan melihat
kehidupan yang berjalan secara dinamis. Perkembangan teknologi dan media sosial telah
memberikan dampak signifikan pada cara berkomunikasi dan berinteraksi. Dakwah
Implementasi Nilai-Nilai Komunikasi Profetik dalam Film Buya
Hamka
Glosains: Jurnal
Global Indonesia
Elsa Tania Putri, Asep Saeful Muhtadi, Imron Rosyidi
2
melalui media ini dapat menjadi sarana efektif untuk mencapai lebih banyak orang dan
menyesuaikan diri dengan tren zaman. Strategi dakwah yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad as dapat menjadi contoh yang baik dalam pengimplementasiannya. Artinya
dalam menjalankan praktek-praktek dakwah haruslah menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang sedang berkembang pada medan dakwah hari ini.
Sebuah pesan yang mengandung unsur dakwah akan berhasil apabila pesan yang
disampaikannya dapat menimbulkan efek perhatian, pemahaman, sikap, dan dorongan
seseorang untuk melakukan kebaikan sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Da’i dan
Da’iyah. Dalam hal berdakwah dewasa ini banyak sekali platform atau media yang dapat
digunakan dalam berdakwah. Yang pada mulanya aktivitas dakwah disampaikan langsung
oleh Da’i dan Da’iyah secara tatap muka bersama Mad’u langsung, kini banyak sekali
fenomena dakwah yang dilakukan secara tanpa tatap muka atau secara online, baik itu
melalui televisi, radio, media sosial, tulisan atau artikel-artikel yang dimuat dalam website,
konten-konten Youtube bahkan sampai film pun kini digunakan sebagai media untuk
berdakwah.
Film merupakan sebuah produk komunikasi audio visual yang tidak hanya
memberikan unsur entertaiment, namun memberikan informasi bahkan mampu menyentuh
secara dalam emosi dari penontonnya (Wahyuningsih, 2019). Menurut Hiawan Pratista
Film memiliki unsur naratif yang memuat tema dan sinematik yang memuat alur atau jalan
cerita dalam sebuah film yang digabungkan menjadi media audio visual. Industri perfilman
Indonesia sudah cukup baik dari tahun ketahun, menurut sebuah laman website
investindonesia industri perfilman di Indonesia semakin maju kedepan merajai bioskop-
bioskop. Banyak sineas yang memproduksi film-film berbagai genre mulai dari genre
horor, komedi, romantis bahkan sampai nasionalis pun banyak. Kekuatan industri
perfilman yang semakin pesat ini ialah kreatifitas para sineasnya didukung oleh alur atau
genre yang menarik serta disempurnakan kehadiran aktris atapun akttor-aktor yang
berbakat kerap ikut serta mewarnai dunia perfilman Indonesia (Dani Rahmi, 2021).
Film merupakan jenis karya sastra, karena didalamnya berisikan cerminan
kehidupan baik itu berdasarkan fakta yang berarti diangkat dari kisah nyata seseorang
maupun fiktif yang bertujuan untuk memberikan nasihat atau pesan tertentu yang
dituangkan dalam sebuah film (Hamka, 2013). Karya sastra yang terdapat di Indonesia
banyak sekali macamnya salah satunya adalah karya sastra yang bernafaskan Islam dimana
pada muatannya berisikan antara komunikasi Habluminallah dan Habluminannas. Dan
salah satu nilai yang terkandung dari sebuah karya sastra adalah nilai profetik. Menurut
Kuntowijoyo unsur-unsur profetik yaitu Humanisasi yang mengajak pada nilai-nilai
kebaikan, Liberasi yang memuat nilai untuk senantiasa mencegah kejahatan, dan
Transedensi yang memuat nilai untuk selalu beriman hanya kepada Tuhan.
Dakwah dengan memanfaatkan film adalah cara praktisi dakwah dalam
memanfaatkan kemajuan teknologi dan mengambil peluang berdakwah yang cukup besar
dengan cakupan yang lebih luas agar pesan-pesan dakwah dapat masuk kedalam sanubari
mad’unya. Tidaklah sempurna sebuah hasil penelitian jika tidak menggunakan sebuah
tinjauan pustaka, adapun tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
Muhlis (2022), Rohmah (2020), Ningrum (2022), Moenawar (2015), (Praselanova, 2022).
Muhlis (2022) dalam penelitiannya yang berjudul “Komunikasi Profetik di Media
Sosial” menjelaskan bahwa komunikasi profetik digambarkan bukan hanya sebagai bahan
untuk berdakwah, namun jauh dari itu semua komunikasi profetik menyangkut masalah
kemanusiaan yang lebih luas yang berorientasi pada aspek humanisasi, liberalisasi dan
transedensi (Rosna, 2022). Hal ini dapat dibenarkan pula jika meninjau pada aspek media
khususnya kehadiran media baru dimana pada perkembangannya memuat dampak positif
dan negatifnya, maka komunikasi profetik dinilai alat atau sebuah tameng untuk mengawal
Vol. 4, No. 1, Januari 2024
p-ISSN; e-ISSN
3 glosains.staiku.ac.id
dan menekan aspek negatif menjalar di masyarakat luas dalam berbagai aktivitas
komunikasi (Nfn, 2019).
Menurut Rohmah (2020) dalam penelitiannya yang berjudul “Nilai Pendidikan
Profetik dalam Film Kehormatan di Balik Kerudung” memaparkan pada hasil
penelitiannya bahwa pendidikan agama Islam berperan sangat penting dalam pembentukan
karakter bibit unggul penerus bangsa untuk dicetak menjadi pribadi yang baik yang tidak
lepas dari nilai-nilai keislaman, pada hal ini dengan menerapkan pendidikan profetik dalam
kehidupan sehari-hari seperti yang terdapat pada film Kehormatan di Balik Kerudung agar
dapat di aplikasikan guna melahirkan generasi yang unggul.
Ningrum (2022) dalam penelitiannya yang berjudul “Nilai Profetik Pembelajaran
Unsur Intrinsik Karya Sastra Berbasis Film Animasi Nussa Raradalam penelitiannya ia
mengungkapkan bahwa pada film Nussa Rara terdapat nilai-nilai profetik dan aspek
intrinsik dengan mengedepankan nilai-nilai keagamaan.
Moenawar (2015) dalam penelitiannya dengan judul Komunikasi Profetik dan
Pesan Dakwah dalam Film Habibie & Ainun” adapun isi yang terkandung pada
penelitiannya adalah bahwa pada film Habibie & Ainun terdapat unsur profetik dengan
menonjolkan tema utamanya yaitu membangun rumah tangga yang Sakinah, Mawadah dan
Warohma berdasarkan syariat Islam.
Praselanova (2022) dalam penelitiannya dengan judul “Komunikasi Profetik
Perspektif Islam Terhadap Ujaran Kebencian di Media Sosial” adapaun isi yang terkandung
dalam penelitiannya yaitu pola komunikasi dari Nabi Muhammad Saw dalam menanggapi
ujaran kebencian dimana pada penelitian ini disandarkan pada teori profetik ala
kuntowijoyo (Nurdin, n.d.).
Berdasarkan penelitian yang lebih awal tersebut, terdapat sebuah perbedaan pada
penelitian yang akan diteliti ini. Perbedaan tersebut terletak pada objek penelitiannya,
adapun objek penelitian ini yaitu Film “Buya Hamka”. Film ini menceritakan tentang
sosok Hamka sebagai pendekar literasi dan sebagai sosok agamis dan nasionalis sehingga
banyak sekali ibrah yang dapat diambil dari kisah hidup yang diangkat menjadi film ini.
Bersumber dari latar belakang yang telah dijabarkan diatas maka yang menjadi fokus
penelitian ini yaitu: 1) Mendeskripsikan implementasi nilai-nilai profetik dan muatan pesan
dakwah pada film Buya Hamka ditinjau dari aspek filmografi, 2) Mendeskripsikan
implementasi nilai-nilai komunikasi profetik dan muatan pesan dakwah ditinjau dari aspek
spiritual, 3) Mendeskripsikan implementasi nilai-nilai komunikasi profetik dan muatan
pesan dakwah ditinjau dari aspek konteks sosial. Maka dapat judul yang diangkat dalam
penelitian ini adalah “Implementasi Nilai-Nilai Komunikasi Profetik dalam Film Buya
Hamka”.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dimana pada
metode ini menekankan pada aspek tinjauan pada suatu fenomena sosial yang
terjadi secara alami dan dilakukan dengan analisis yang mendalam (Moleong,
2014). Penelitian ini memperdalam kajian nilai-nilai profetik yang ada pada sebuah film
yang berjudul “Buya Hamka” untuk selanjutnya digunakan sebagai objek penelitian yang
dilandasi oleh faktor muatan nilai-nilai luhur profetik dalam film tersebut. Melalui alur
cerita yang termuat dengan nafas keislaman ini kemudian akan dianalisis menggunakan
metode analisis teks pada sebuah film menggunakan pisau analisis dari Teun A Van Dijk
serta dibantu dengan kajian kepustakaan yang cukup membantu dalam proses penyelesaian
jurnal penelitian ini. Analisis yang ditawarkan oleh Teun A Van Dijk salah satunya adalah
pada aspek kebahasaan (Ambar:2017). Pada aspek bahasa berfungsi untuk menjembatani
Implementasi Nilai-Nilai Komunikasi Profetik dalam Film Buya
Hamka
Glosains: Jurnal
Global Indonesia
Elsa Tania Putri, Asep Saeful Muhtadi, Imron Rosyidi
4
proses komunikasi antara komunikan dengan komunikator, sehingga terbangunlah sebuah
makna pada proses komunikasi tersebut terjadi.
Menurut Faisal (2005:67) Teknik pengumpulan data selalu terkorelasi antara metode
pengumpulan data dengan masalah penelitian yang akan ditelitinya. Informan dalam
penelitian ini adalah objek media dakwah berupa isi pesan dakwah dalam film Buya Hamka
sedangkan data penelitian ini nantinya akan digodog secara matang menggunakan teknik
kajian teks media, studi kepustakaan dan dokumentasi (Said & Nur, 2016).
Hasil dan Pembahasan
Temuan Penelitian
Film Buya Hamka (2022) merupakan film yang mengisahkan kehidupan nyata
seorang tokoh berpengaruh di Indonesia. Abdul Malik Karim Amrullah lahir pada tanggal
17 Februari 1908 di Sungai Batang Sumatera Barat ini pernah menjabat sebagai ketua
umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dari tahun 1975-1981 dan aktif dalam
membesarkan ormas Muhammadiyah di Padang Panjang Sumatera Barat. Disamping itu
Hamka muda merupakan penulis ternama asli Minang pada masanya, dirinya berhasil
menjadikan sebuah koran rakyat yang bernama Pedoman Masyarakat. Berkat
kepiawaiannya dalam dunia literasi banyak sekali karya-karyanya terkenal sampai
mancanegara seperti novel Bibawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal Van der
Wijck. Hal demikianlah yang menjadi alasan mengapa kisah hidup Buya Hamka diangkat
menjadi sebuah film dan menarik untuk diteliti.
Eriyanto dalam bukunya menjelaskan bahwa Van Dijk merumuskan tiga dimensi
analisis wacana yang dinilai pakem, yaitu 1) Struktur Makro, struktur makro adalah unsur
yang terdapat pada permukaan artinya sebuah wacana atau teks dapat dengan mudah
diketahui melalui topik besar pembahasannya, 2) Superstruktur, yaitu unsur yang menjadi
suatu kerangka dalam sebuah teks secara utuh, 3) Stuktur Mikro, yaitu unsur yang
menganalisis secara lebih dalam mulai dari menganalisis kata, kalimat, proporsisi, dan
sebagainya.
Film Buya Hamka pada penelitian ini diposisikan sebagai sebuah teks film sekaligus
menjadi objek penelitian pada penelitian ini, informasi yang diperolehnya seperti tema dan
alur cerita didalamnya menjadi bahan utama dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya
dalam pengungkapan tema pada teks film Buya Hamka secara komprehensif adalah tujuan
dari penelitian ini. Berkenaan dengan tema-tema yang terkandung pada film Buya Hamka
sebagai berikut:
Kesungguhan dalam Berusaha
Tema dalam kesungguhan dalam berusaha untuk muwujudkan angan dan cita-
citanya merupakan salah satu tema yang menonjol dalam film Buya Hamka, pada film ini
di visualisasikan dengan sangat jelas seorang Hamka muda yang sangat telaten dalam
membangun sebuah majalah keagamaan bernama Pedoman Masyarakat yang berfokus
pada pengetahuan umum, kajian keagamaan dan mengupas sejarah-sejarah. Pada tahun
1936 cetakan majalah yang ia pimpin mengalami permintaan cetak tinggi hingga 4000
eksemplar. Dari sinilah kemudian Buya Hamka memiliki nama pena “Hamka” agar lebih
dapat diterima pada pembaca setianya.
Selama kepemimpinannya yang begitu gemilang, Hamka tidak pernah habis untuk
menasehati para anak buahnya yang bekerja ditempat yang sama, bahkan ketika anak
sulungnya yang bernama Hisyam meninggal dunia ia rela tidak pulang kampung sementara
karena proses percetakan koran atas permintaan yang sangat banyak belum selesai. Ia selalu
menjadi teladan bagi anak buahnya hingga pada sebuah scane Hamka berpesan kepada
anak buahnya agar selalu bekerja dengan giat.
Vol. 4, No. 1, Januari 2024
p-ISSN; e-ISSN
5 glosains.staiku.ac.id
“Jika hidup sekedar hidup, babi dihutan juga hidup. Jika bekerha sekedar bekerja,
kera juga bekerja”.
Selain menjadi pemimpin redaksi pada koran pedoman masyarakat, Hamka kerap
kali menulis dan mengisi rubrik-rubrik dengan berbagai cerita bersambung. Seperti
mengangkat permasalahan penggolongan yang terjadi pada masyarakat Minangkabau
berdasarkan harta kekayaan, pengkat, serta keturunan yang ia tumpahkan pada sebuah
karya berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah. Hamka meyakinkan pada teman-teman
sesama penulis bahwa:
“Melayu tanpa Islam hilang me-nya, maka layulah dia. Minangkabau tanpa Islam
hilang minang-nya, jadi kerbaulah dia”.
Dari sebuah argumen Hamka pada film tersebut sangat jelas bahwa ia adalah sosok
sastrawan besar yang memiliki kegigihan tinggi dalam menyerbarkan syariat Islam di
Sumatera. Obor semangat dan kegigihan Hamka dalam film ini digambarkan dengan sangat
rapi bagaimana sosok agamis nasionalis ini berusaha untuk memotivasi dirinya dan orang
lain agar selalu bekerja keras dalam melakukan suatu pekerjaan.
“Salah satu pekerjaan terkejam dalam hidup, ialah membiarkan pemikiran yang
cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas cirinya adalah dengan mendahulukan
istirahat sebelum lelah”.
Sumber: Film “Buya Hamka”
Gambar 1. Adegan Hamka di kantor Pedoman Masyarakat
Siti Raham adalah sosok istri yang sangat mendukung asa dan cita-cita suaminya,
Hamka. Ia rela ditinggal merantau oleh Hamka untuk kesuksesan Hamka dan untuk
keberlangsungan keluarganya. Tidak jarang ungkapan-ungkapan yang dilontarkan oleh Siti
Raham terhadap Hamka divisualisasikan pada film ini.
“Bahwa bahasa dakwah, tidak selalu harus disampaikan melalui ceramah atau
pidato di surau atau masjid. Melalui roman yang indah nan memikat hati, dakwah pasti
akan jauh lebih mengena”.
Implementasi Nilai-Nilai Komunikasi Profetik dalam Film Buya
Hamka
Glosains: Jurnal
Global Indonesia
Elsa Tania Putri, Asep Saeful Muhtadi, Imron Rosyidi
6
Sumber: Film “Buya Hamka”
Gambar 2. Adegan Hamka dan Siti Raham
Dari ungkapan tersebut sangat jelas Siti Raham sangat mendukung ketertarikan
Hamka pada dunia dakwah. Ibarat sudah menjadi paket lengkap ketika Hamka memiliki
kemauan dan semangat yang tinggi kemudian dikuatkan oleh sikap Siti Raham yang sangat
berbakti serta mendukung aktivitas Hamka dalam mensyiarkan agama Islam secara seluas-
luasnya.
Kesetiaan Buya Hamka
Rumah tangga yang dijalani oleh Buya Hamka dan Siti Raham berjalan harmonis.
Tercatat mereka menikah dari 5 April 1929 keduanya masih berusia sangat muda. Seperti
normalnya anak muda pada umumnya, Hamka sering hidup secara berpindah-pindah,
menjalani perjalanan satu ke perjalanan hidup lainnya hingga menemuka jati diri yang ia
maksud. Dalam prosesnya tak jarang Hamka menemui perempuan yang menarik
perhatiannya termasuk seorang perempuan yang ia temui di kapal laut. Namun setelah
kesekian tahun dikabarkan dari teman sesama aktivis Muhammadiyah yang berasal dari
Jawa Barat menyampaikan kabar bahwa perempuan tersebut meninggal dunia karena salah
memilih teman hidupnya.
Ketika Hamka dan istrinya Siti Raham masih tinggal di Medan, Hamka mengajar
pada sebuah sekolah Muhammadiyah sebagai guru agama. Suatu ketika seusai ia mengajar
datanglah seorang Bapak-bapak yang sudah Hamka kenali bersama seorang gadis, Hamka
sangat terkejut ketika Bapak ini menawarkan puterinya untuk dijadikan istri kedua Hamka.
Secara halus Hamka menolak tawaran langka tersebut dan langsung bergegas pergi. Namun
tiba-tiba perempuan muda itu menemui Hamka dalam persembunyiannya sembari
memberikan tas kerjanya yang awalnya menjado bahan alasan Hamka untuk menolak
secara halus kepada Bapak dan perempuan muda itu untuk berpoligami.
“Kenapa tidak mau sama Saya, Pa Ustadz? Saya kira dalam surat An-Nisa
dibolehkan laki-laki menikahi perempuan lebih dari satu, sampai tiga atau empat?”.
“Tapi ada ayat lanjutannya Ola, jika kamu takut tidak dapat berbuat adil, maka
kawinlah seorang saja”.
Sumber: Film “Buya Hamka”
Vol. 4, No. 1, Januari 2024
p-ISSN; e-ISSN
7 glosains.staiku.ac.id
Gambar 3. Adegan Hamka menolak poligami
Kehidupan rumah tangga Buya Hamka dan Siti Raham pasang surut dari segi
masalah ekonomi keluarga, mereka berdua lahir dan tumbuh dari keluarga yang kurang
mampu secara perekonomian menjadikannya kuat ketika masalah ekonomi dalam rumah
tangganya datang. Saat sedang diuji oleh masalah yang datang silih berganti, sosok Siti
Raham mampu memberikan kekuatan pada Buya Hamka untuk bisa bersama-sama
melewati ujian yang sedang dilaluinya.
Pada suatu waktu ketika sedang dipuncak ujian ekonomi keluarga Hamka tiba yaitu
ketika Siti Raham selesai melahirkan anak ketiga mereka yang dinamai Rusydi Hamka.
Banyaknya tanggungan yang harus ia tanggungjawabi membuat dua pasangan ini berpikir
untuk menutupi kebutuhan sehari-harinya. Akhirnya Hamka menerima tawaran rekannya
untuk menjadi pimpinan redaksi koran Pedoman Masyarakat di ibu kota Sumatera Utara
selama sebelas tahun.
Dalam scane atau adegan pertama di film ini terdapat kalimat yang sangat menarik
keluar dari percakapan antara Hamka dengan Siti Raham ketika Siti Raham dan anak-
anaknya menjenguk Hamka di sebuah Lapas yang berada di Sukabumi.
“Ayo kita makan, garam dari sup kepala kakap ini merupakan sebuah keringat cinta
dari ambo yang menetes saat memasaknya”. Ujar Siti Raham sambil tersenyum lembut
menatap Hamka.
“Begitulah air mata, tiadalah ia memilih tempat untuk jatuh, tidak pula ia memilih
waktu untuk jatuh”. Ungkap Hamka sambil mencicipi .
“Sudah cukup garamnya? Nanti keasinan ditambah air mata engku”. Ungkap Siti
Raham sembari menahan tangis haru melihat suaminya yang masih harus menghuni Lapas
ini.
“Air mata terasa asin, sebab air mata adalah garam kehidupan. Tanpa air mata,
hidup hambar adanya”. Pungkas Hamka.
Sumber: Film “Buya Hamka”
Gambar 4. Adegan Hamka bersama istri dan anak-anaknya
Kejujuran dan Prinsip
Selama kepemimpinannya pada koran Pedoman Masyarakat, Hamka kerap kali
menerbitkan tulisan tentang Soekarno dengan menampilkan ketokohannya sebagai Bapak
Proklamator dan Presiden pertama di Indonesia (Wahid, 1983). Ia pun pernah secara
ekslusif menemui Bung Karno di Bengkulu untuk sekedar bertukar pikiran tentang
kebangsaan dan kenegaraan. Karena dalam segi berpikir antara Hamka dengan Bung Karno
Implementasi Nilai-Nilai Komunikasi Profetik dalam Film Buya
Hamka
Glosains: Jurnal
Global Indonesia
Elsa Tania Putri, Asep Saeful Muhtadi, Imron Rosyidi
8
terdapat sebuah kesamaan maka persahabatan itu terus terhubung sampai pasca
kemerdekaan.
“Memang politikus yang membuat struktur negara, tetapi penulislah yang
mengisinya dengan keindahan, dengan perasaan dan juga dengan gagasan”. Percakapan
antara Buya Hamka dengan Bung Karno.
Lika-liku kehidupan Hamka yang sangat terjal menjadikan ia sebagai sosok yang
jujur dan mempunyai prinsip hidup yang kuat. Dengan bermodalkan pengajaran agama
yang mengalir deras dalam dirinya ia mampu melewati hari-hari berat yang datang silih
berganti. Di Tahun 1950-an ketika Hamka mencicipi kembali dunia perpolitikan, ia
bergabung dengan Masjumi yang pada saat itu bertentangan terkait filosofi negara dengan
Bung Karno. Bahkan ia pernah di fitnah sampai dijebloskan ke penjara tanpa melalui
persidangan dan tidak diberi kesempatan untuk membela diri dan tanpa banding hukum.
Modal yang paling utama dalam menghadapi situasi demikian menurutnya adalah pasrah
kepada takdir Allah.
“Tidak ada seandainya Allah Swt telah memilihkan jalan terbaik”.
Kalimat diatas merupakan potongan dari tafsir Al-Azhar karangan Buya Hamka dan
merupakan bukti bahwa selapang dada itu Hamka ketika dirinya dihadapi permasalahan
yang pelik. Ketika ia sudah berjuang mati-matian dalam menegakkan keadilan serta
memperjuangkan kemerdekaan, Hamka dipaksa menelan pil pahit kehidupan dengan
dituduhnya ia tidak setia pada Negara, dianggap sebagai pengkhianat bahkan mata-mata
antek asing .
“Kebodohan adalah perbudakan yang lebih kejam dari segala macam perbudakan”.
Dari kalimat diatas sudah jelas bahwa Buya Hamka ingin menjadikan generasi selanjutnya
sebagai tuan di negerinya sendiri, bukan menjadi budak yang bertuan kebodohan (Tahir et
al., n.d.). Kiprah besar Buya Hamka dalam dunia pendidikan patut diapresiasi tinggi-tinggi.
Karenanya kini tersebar sekolah-sekolah berbasis Islam dimana transformasi nilai-nilai
keluhuran Islam dapat tersampaikan dengan baik. Buya Hamka mampu mendirikan
lembaga pendidikan berbasis keislaman yang biasa disebut dengan istilah pesantren dipusat
kota, hal ini menghilangkan sentimen miring bahwa pengajaran konsep lembaga
pendidikan formal dan nonformal dalm pesantren bukan hanya ada di daerah pinggiran
dengan kondisi yang memprihatinkan, namun ditengah perkotaan, pesantren dapat eksis
sebagai lembaga pendidikan dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar
(Sitasari, n.d.).
Kesimpulan
Pola komunikasi yang terjalin antara Buya Hamka dengan Siti Raham, Buya Hamka
dengan anak-anaknya, Buya Hamka dengan bawahan tempat kerjanya serta Buya Hamka
dengan para tokoh besar adalah sebuah bentuk dari pola komunikasi profetik. Dimana ia
selalu melibatkan istrinya ketika akan memutuskan suatu perkara, selalu mendengarkan
serta menghargai lawan bicaranya dan membalas atau menimpali pendapat seseorang
dengan cara lemah lembut.
Dalam film ini di visualisasikan pula bagaimana cara memperlakukan pasangannya
dalam kehidupa kesehariannya. Sangat detail, mulai dari cara menyampaikan argumen
percakapnnya, hasil daripada pemikirannya, perasaan hingga cara memperlakukannya.
Sifat saling menerima kekurangan dan kelebihan yang terdapat dalam diri pasangan, sifat
Vol. 4, No. 1, Januari 2024
p-ISSN; e-ISSN
9 glosains.staiku.ac.id
saling mendukung satu sama lain, sifat saling membesarkan satu sama lain dan saling
memasrahkan apapun yang terjadi pada Yang Maha Kuasa terpotret nyata dalam film yang
bernuansa Islami ini. Hal ini tentu sangat sejalan dengan tiga konsep komunikasi profetik
yaitu humanisasi, liberalisme, dan transendensi.
Daftar Pustaka
Dani Rahmi, S. (2021). Tugas Dan Tanggungjawab Guru dalam Pendidikan
Menurut Imam Al Ghazali Dan Buya Hamka. Universitas Muhammadiyah
Ponorogo.
Hamka, I. (2013). Ayah...: kisah Buya Hamka. Republika Penerbit.
Moenawar, M. G., & Septayuda, T. (2015). Komunikasi Profetik dan Pesan
Dakwah dalam Film “Habibie & Ainun.” Jurnal Komunikasi, 9(2), 211220.
Moleong, L. J. (2014). Metodologi penelitian kualitatif, ed. 33, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Muhlis, M., & Musliadi, M. (2022). Komunikasi Profetik di Media Sosial.
RETORIKA: Jurnal Kajian Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 4(2), 8292.
Nfn, S. (2019). Tinjauan Kritis Terhadap Konsep Ideologis Kepengarangan
Indonesia: Kajian Sosiologis. MEDAN MAKNA: Jurnal Ilmu Kebahasaan
Dan Kesastraan, 12(2), 207229.
Ningrum, D. A., & Hardiyanto, F. E. (2022). Nilai Profetik Pembelajaran Unsur
Intrinsik Karya Sastra Berbasis Film Animasi Nussa Rara. Prosiding
Konferensi Ilmiah Pendidikan, 3, 819828.
Nurdin, A. (n.d.). Pluralitas agama dalam perspektif haji Abdul Malik Karim
Amrullah. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
2017.
Praselanova, R. (2022). Komunikasi Profetik Perspektif Islam Terhadap Ujaran
Kebencian di Media Sosial. Al-Jadwa: Jurnal Studi Islam, 1(2), 130146.
Rosna, R. (2022). Konsep Al-Tazyin Dalam Qs. Ali Imran/3: 14 (Studi Terhadap
Penafsiran Buya Hamka). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo.
Said, H. A., & Nur, S. I. (2016). Penyuluhan Islam di Era Modern: Potret Dakwah
sebagai Media Komunikasi Profetik. Jurnal Bimas Islam, 9(1), 83116.
Sitasari, A. K. (n.d.). Analisis Wacana Pemimpin Beretika Dalam Film “The
Message”: Telaah Jurnalisme Profetik. Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif ….
Tahir, A. K. T. D., St Murni, Y. S., & Indonesia, M. P. B. D. A. N. S. (n.d.). Analisis
Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Dony Dirgantoro Dan Film
Badik Titipan.
Wahid, A. (1983). Benarkah Buya Hamka seorang Besar? Dalam Nasir Tamara,
Buntaran Sanusi Dan Vincent Djauhari (Peny.), Hamka Di MataUmat,
Jakarta: Sinar Harapan.
Wahyuningsih, S. (2019). Film Dan Dakwah: Memahami Representasi Pesan-
Pesan Dakwah Dalam Film Melalui Analisis Semiotik. Media Sahabat
Cendekia.
Implementasi Nilai-Nilai Komunikasi Profetik dalam Film Buya
Hamka
Glosains: Jurnal
Global Indonesia
Elsa Tania Putri, Asep Saeful Muhtadi, Imron Rosyidi
10
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License.