Vol. 1, No. 1, Januari 2020
p-ISSN 2798-4125; e-ISSN 2798-4311
30 glosains.greenpublisher.id
TINJAUAN YURIDIS POTENSI PAJAK RESTORAN TERHADAP
PENDAPATAN ASLI DAERAH
Muktar
Universitas Tridinanti Palembang
Diterima:
1 Januari 2020
Direvisi:
2 Januari 2020
Disetujui:
6 Januari 2020
Abstrak
Diberlakukannya Undang-Undang otonomi daerah memberikan
kewenangan penyelenggaraan pada Pemerintah Daerah yang
lebih luas, nyata, dan bertanggungjawab. Masalah yang
diidentifikasi adalah: 1) Seberapa besar potensi Pajak Daerah,
khususnya Pajak Restoran di Kabupaten Cirebon terhadap
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD); 2) Bagaimana
mekanisme Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah dalam
pemungutan Pajak Restoran di Kabupaten Cirebon. Metode
penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan
analisi kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan jurnal
mengemukakan simpulan: 1) Potensi Pajak Daerah, khususnya
Pajak Restoran di Kabupaten Cirebon sangat potensial sekali,
namun belum tergali secara maksima. 2) Mekanisme Badan
Pengelolaan Pendapatan Daerah dalam pemungutan Pajak
Restoran di Kabupaten Cirebon yang dilaksanakan oleh Sub
Bidang Pajak Restoran dan Pajak Hiburan dilakukan secara
konvensional belum secara online, sehingga PAD dari sektor
Pajak Restoran ini masih relatif rendah sekali, disamping
kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban
pembayarannya secara tepat waktu serta pemahaman terhadap
ketentuan pemberlakukan pajak, masih perlu terus ditingkatkan.
Kata Kunci: Pajak, Pajak Restoran, dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Abstract
The enactment of the regional autonomy law gives the regional
government a broader, more real, and responsible
administration authority. The problems identified are: 1) How
big is the potential of Regional Taxes, especially the Restaurant
Tax in Cirebon Regency on Regional Original Revenue (PAD);
2) What is the mechanism of the Regional Revenue Management
Agency in collecting Restaurant Tax in Cirebon Regency. The
research method used is normative juridical with qualitative
analysis. The results of the research and discussion of the thesis
suggest the following conclusions: 1) The potential of Regional
Taxes, especially Restaurant Taxes in Cirebon Regency is very
potential, but has not been fully explored. 2) The Mechanism of
the Regional Revenue Management Agency in collecting
Restaurant Tax in Cirebon Regency which is carried out by the
Sub-Sector of Restaurant Tax and Entertainment Tax is carried
out conventionally not online, so that PAD from the Restaurant
Tax sector is still relatively low, in addition to the awareness of
taxpayers to fulfill obligations timely payment as well as
understanding of the provisions of tax enforcement, still need to
be improved.
Tinjauan Yuridis Potensi Pajak Restoran Terhadap
Pendapatan Asli Daerah
Glosains: Jurnal
Global Indonesia
Muktar 31
Keywords: Tax, Restaurant Tax, and Local Revenue (PAD)
Pendahuluan
Dalam kerangka menciptakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah
Indonesia, maka Pemerintah Pusat memberlakukan otonomi daerah (Sutrisna, 2018).
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah menuntut Pemerintah Daerah
untuk dapat membiayai kebutuhan rumah tangganya sendiri dalam rangka melaksanakan
pembangunan yang merata (Mulyanti, 2017), sehingga daerah harus dapat memaksimalkan
potensi yang dimiliki untuk menambah penerimaan daerah. Penyelenggaraan otonomi
daerah berdasarkan pada beberapa prinsip yaitu peran serta masyarakat, keadilan,
demokrasi, akuntabilitas, dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah.
Diberlakukannya Undang-Undang otonomi daerah tersebut memberikan
kewenangan penyelenggaraan pada Pemerintah Daerah yang lebih luas, nyata, dan
bertanggungjawab. Adanya perimbangan tugas, fungsi, dan peran antara pusat dan daerah
membuat masing-masing daerah harus memiliki penghasilan yang cukup. Daerah harus
memiliki sumber pembiayaan yang memadai untuk menjalankan proses penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Tahir, 2014). Ada banyak sumber pendapatan daerah namun dari
berbagai alternatif penerimaan daerah salah satu upaya yang ditempuh Pemerintah Daerah
dalam rangka meningkatkan pembangunan daerah adalah dengan menetapkan Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
Adanya pemberlakuan peraturan penetapan dan pemungutaan pajak dan retribusi
daerah, secara langsung akan berdampak bagi kehidupan masyarakat melalui
pembangunan-pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah (Andayani, Martono, &
Muhamad, 2017), karena itu pemungutan ini harus dapat dipahami oleh masyarakat sebagai
sumber penerimaan daerah yang akan digunakan untuk membangun daerah serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pajak Daerah memberikan kontribusi yang cukup besar untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Walakandou, 2013). Diberlakukannya otonomi daerah
menjadikan Pajak Daerah sebagai salah satu alat untuk memenuhi pembiayaan kebutuhan
daerah. Upaya peningkatan PAD dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi sumber
daya dan sarana prasarana serta meningkatkan efektivitas pemungutan dengan
mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Upaya lain yang dilakukan adalah dengan menggali
sumber-sumber pendapatan baru yang memiliki potensi yang cukup besar sehingga dapat
dipungut pajaknya (Sofyan, 2016).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah terbagi menjadi
dua, yaitu pajak Propinsi dan pajak Kabupaten/Kota. Pajak Proponsi terdiri dari Pajak
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor, serta Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan. Sedangkan Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian
Golongan C dan Pajak Parkir (Rompis, Ilat, & Wangkar, 2015).
Salah satu jenis pajak yang potensinya semakin berkembang seiring dengan
meningkatnya bisnis rekreasi atau pariwisata adalah Pajak Restoran (Puspita & Wicaksono,
2017). Sektor ini memiliki prospek yang bagus untuk penerimaan daerah
Vol. 1, No. 1, Januari 2020
p-ISSN 2798-4125; e-ISSN 2798-4311
32 glosains.greenpublisher.id
karena dengan meningkatknya sektor pariwisata, penerimaan Pajak Restoran juga akan
meningkat sehingga dapat menyumbangkan kontribusi yang cukup besar.
Kabupaten Cirebon merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang
letaknya masuk kedalam jalur lintasan dan transit kendaraan yang masuk dan ke luar dari
Jakarta, Jawa Tengah, Bandung maupun kendaraan yang menuju Jakarta atau Jawa Tengah
lewat Cirebon. Hal ini menunjukan bahwa Kabupaten Cirebon merupakan daerah yang
strategis untuk menanamkan modal dan membuka usaha khususnya usaha bidang makanan
(Widagdo & Rokhlinasari, 2017), karena setiap manusia membutuhkan makan demi
kelangsungan hidupnya. Maka dari itu, bisnis restoran semakin banyak dengan memiliki
ragam dan cita rasa yang berbeda untuk setiap restoran. Menjadi pengusaha restoran adalah
langkah bisnis yang menjanjikan untuk masa depan.
“Orang bijak, taat pajak”, sebuah kalimat yang sering terpampang di berbagai tempat
umum dan mengingatkan kewajiban bagi perusahaan atau perorangan yang memiliki usaha
dan telah memenuhi syarat sesuai Undang-undang yang berlaku untuk membayar pajak
(Budhi, 2017). Dari sekian bisnis atau usaha yang dikenakan Pajak salah satunya adalah
Restoran.
Aturan penting yang harus dipahami adalah penjualan makanan dan minuman tidak
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (Hidayat, 2014). Namun bukan berarti bebas
pajak. Pajak yang dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) adalah Pajak Hotel
dan Restoran yang dulu dikenal dengan nama PB1 (Pajak Pembangunan). Namun pada
tahun 2009, Dispenda berubah nama menjadi Dinas Pelayanan Pajak (DPP). Maka nama
PB1 berubah menjadi dua pajak yang berbeda yaitu, Pajak Hotel dan Pajak Restoran. Nama
Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) sekarang telah diubah menjadi Badan Pengelolaan
Pendapatan Daerah (Agu, 2015).
Semakin meningkat dan banyaknya restoran yang ada di Kabupaten Cirebon, maka
seharusnya dapat meningkatkan juga penerimaan pendapatan daerah. Maka perlu
dilakukan pemungutan, penghitungan penerimaan tersebut secara optimal agar dapat
meningkatkan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya dari penerimaan Pajak
Restoran.
Dalam APBN dan APBD, sektor pajak selalu menempati posisi yang sangat dominan
dalam penerimaan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersumber dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dan penerimaan berupa Dana Perimbangan yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Prestika & Susetyo, 2020). Sesuai dengan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (UU PDRD), sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 18 Tahun
1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000. Pembayaran pajak sangat berguna dalam
mendukung roda pembangunan di Kabupaten Cirebon.
Perpindahan sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi berarti adanya suatu
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah
(Simandjuntak, 2016). Sejalan dengan itu, maka daerah menentukan semua kewenangan
pengaturan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dari hasil daerahnya sendiri.
APBD yang dibuat harus transparan, akuntabel, dan tentunya mencerminkan kemandirian
daerah. Untuk mencapai kemandirian daerah, pemerintah daerah harus memiliki
kemampuan untuk menggali potensi daerahnya, untuk menghasilkan sejumlah penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan daerah di Kabupaten Cirebon,
tentunya harus didukung oleh dana yang cukup besar. Dana pembangunan tersebut salah
satunya didapatkan oleh pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan daerah, yang
dihasilkan oleh Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah salah satunya adalah dari sektor
Pajak Restoran. Terkait dengan pajak daerah yang dipungut oleh Badan Pengelolaan
Tinjauan Yuridis Potensi Pajak Restoran Terhadap
Pendapatan Asli Daerah
Glosains: Jurnal
Global Indonesia
Muktar 33
Pendapatan Daerah, Pemerintah Kabupaten Cirebon mengeluarkan Peraturan Bupati
Cirebon Nomor 89 Tahun 2016 tentang Fungsi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Badan
Pengelolaan Pendapatan Daerah.
Metode Penelitian
Dalam rangka penulisan jurnal ini digunakan suatu metode untuk mengungkapkan
fakta-fakta yang timbul dari masalah-masalah yang penulis teliti yaitu Penelitian ini
bersifat Deskriptis Analisis; yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang
menyangkut sistem pemungutan pajak daerah dalam era otonomi daerah. Metode
pendekatan yang akan dipakai di dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Normatif
yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi disamping itu juga
berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat. Teknik
pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian hukum jurnal ini adalah teknik
kepustakaan guna mendapatkan landasan praktis berupa pendapat-pendapat atau tulisan
para ahli atau pihak lain yang berwenang dan juga untuk memperoleh informasi baik dalam
ketentuan formal maupun data melalui naskah resmi yang ada (Yustisia, 2018). Sebagai
cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul akan
dipergunakan metode analisis Normatif Kualitatif. Secara normatif, karena penelitian ini
bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum positif
Hasil dan Pembahasan
Kabupaten Cirebon memiliki letak geostrategis di jalur Pantai Utara Jawa Barat,
menjadi pintu gerbang Jawa Barat di bagian Timur. Berada diposisi 108019‟30”-
108050‟03” Bujur Timur (BT) dan 6030‟58- 7000‟24” Lintang Selatan (LS) dan dengan
potensi panjang garis pantai ± 54 kilometer (km), daerah ini menjadi bagian dari jalur nadi
perekonomian nasional. Secara administratif, Kabupaten Cirebon memiliki wilayah seluas
990,36 km2. Jarak terjauh dari wilayah di bagian Utara ke Selatan sepanjang 39 km dan
jarak terjauh dari wilayah di bagian Barat ke Timur sepanjang 54 km. Bentangan wilayah
seluas ini dibagi menjadi 40 kecamatan, 412 desa, 12 kelurahan, 2.700 Rukun Warga (RW),
dan 9.377 Rukun Tetangga (RT). Adapun batas-batas administratif Kabupaten Cirebon
sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Laut Jawa
2. Sebelah Selatan : Kabupaten Kuningan
3. Sebelah Barat Laut : Kabupaten Majalengka
4. Sebelah Timur : Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Cirebon memiliki posisi strategis (geo-
strategic) dengan mencermati hal-hal sebagai berikut:
1. Kabupaten Cirebon telah ditetapkan menjadi pendukung Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) dan Metropolitan Cirebon Raya (MCR).
2. Kabupaten Cirebon berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah
sehingga menjadi pintu gerbang masuk ke Provinsi Jawa Barat. Hal ini
berpotensi terjadi interaksi sumber daya dari dua provinsi dan berpeluang
untuk pengembangan Kabupaten Cirebon.
3. Kabupaten Cirebon berada di pantai Utara Jawa yang membentang jalan
arteri primer dan jalan kolektor primer sebagai penghubung antara Jakarta
dengan kota-kota besar di wilayah Jawa dan kota-kota di sekitar Cirebon.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya ruas jalan bebas hambatan (jalan tol)
Vol. 1, No. 1, Januari 2020
p-ISSN 2798-4125; e-ISSN 2798-4311
34 glosains.greenpublisher.id
Cikampek-Palimanan (Cikapa), Palimanan-Kanci (Palikanci), dan Kanci-
Pejagan.
4. Kabupaten Cirebon berada di jalur utama lintasan kereta api yakni jalur
kereta api Cirebon-Jakarta, jalur kereta api Cirebon-Bandung, jalur kereta
api lintas Utara Jawa (Cirebon-Semarang-Surabaya), dan jalur kereta api
lintas Selatan Jawa (Cirebon-Yogyakarta-Surabaya).
5. Kabupaten Cirebon menjadi lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
yang merupakan salah satu pemasok listrik jalur transmisi Sumatera-Jawa-
Bali.
Setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahannya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan pelayanan kepada masyarakat.
Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang No.
33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah pusat dan pemerintahan
daerah yang berlaku, memberikan dampak yang sangat luas terhadap perkembangan
pemerintahan di daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah merupakan otonomi yang
luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya pemberian otonomi daerah memberikan
implikasi timbulnya kewenangan dan kewajiban bagi daerah untuk melaksanakan berbagai
kegiatan pemerintahan lebih mandiri. Pengalihan, pembagian dan pemanfaatan sumber
daya alam, sumber daya manusia, kewenangan pemungutan jenis-jenis pajak daerah
didasarkan atas prinsip keadilan berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada daerah.
Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan terpenting yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan kegiatan daerah dan pembangunan daerah. Oleh karena itu
pelaksanaan dan pengelolaanya harus dilakukan dengan baik, dalam hal ini dibutuhkan
berbagai kebijakan yang lebih komprehensif, efektif dan efisien guna mencapai tujuan
daerah yang maksimal.
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Cirebon dikelola oleh Badan Pengelolaan
Pendapatan Daerah (BPPD) Kabupaten Cirebon, yang fungsi, tugas pokok dan tata
kerjanya diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 89 Tahun 2016 tentang Fungsi, Tugas
Pokok dan Tata Kerja Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah.
Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (BPPD) Kabupaten Cirebon dipimpin oleh
Kepala Badan yang bertanggungjwab kepada Bupati, dan mempunyai fungsi:
1. Perumusan kebijakan, pengendalian, pengevaluasian rencana strategis dan
rencana kerja bidang pendapatan.
2. Perumusan dan penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP), target
capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM), Standar Pelayanan Publik
(SPP), dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) bidang pendapatan.
3. Perencanaan dan pengendalian anggaran Badan.
4. Pengendalian urusan administrasi Badan.
5. Penetapan pedoman teknis pengaturan Norma, Standar, Prosedur, Kriteria
(NSPK) bidang pendapatan/perpajakan daerah (PBB, BPHTB, PPJ, PAT,
SBW, Pajak Resetoran, Pajak Reklame, Pajak MBLB, Pajak Hotel dan Pajak
Parkir) sesuai aturan yang berlaku.
6. Penyelenggaraan, pengelolaan dan pengendalian data dan pelayanan pajak
daerah.
7. Pengendalian bidang perpajakan serta Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan
sesuai dengan lingkup tugas.
Tinjauan Yuridis Potensi Pajak Restoran Terhadap
Pendapatan Asli Daerah
Glosains: Jurnal
Global Indonesia
Muktar 35
8. Pelaksanaan kordinasi dan fasilitasi kerjasama Bidang perpajakan diantara
Satuan Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah dan
instansi terkait.
9. Pemantauan dan evaluasi kinerja bidang pengelolaan dan pelayanan
pendapatan serta UPT sesuai lingkup tugas.
10. Penilaian dan pengendalian terhadap pelaksanaan program kegiatan; dan
11. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Kepala Badan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan
urusan, fungsi dan tugas pembantuan di bidang perpajakan meliputi: merencanakan,
merumuskan kebijakan, membina administrasi dan teknis, mengkoordinasikan,
mengendalikan, serta mengevaluasiu penyelenggaraan program dan kegiatan bidang
pengelolaan pendapatan daerah. Terkait dengan Pajak Restoran dikelola oleh Sub Bidang
Pajak Restoran dan Pajak Hiburan, sebagaimana diatur di dalam Bagian Kedua Pasal 16
tentang Sub Bidang Pajak Restoran dan Pajak Hiburan, yang dipimpin oleh seorang Kepala
Sub Bidang (unsur pelaksana) yang melaksanakan tugas langsung di bawah dan
bertanggungjawab kepada Kepala Pajak Daerah II. Sub Bidang Pajak Restoran dan Pajak
Hiburan mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Penyusunan rencana program kegiatan Sub Bidang.
2. Penggalian potensi Pajak Restoran dan Pajak Hiburan (intensifikasi dan
ekstensifikasi).
3. Pendataan dan pengelolaan pendaftaran obyek pajak individu Pajak
Restoran dan Pajak Hiburan.
4. Penilaian dan verifikasi obyek Pajak Restoran dan Pajak Hiburan.
5. Penetapan Besaran Pajak Restoran dan Pajak Hiburan.
6. Penetapan tagihan Pajak Restoran dan Pajak Hiburan.
7. Penyusunan daftar himpunan piutang Pajak Restoran dan Pajak Hiburan.
8. Penerbitan Surat Teguran dan/atau Peringatan kepada Wajib Pajak Restoran
dan Pajak Hiburan.
9. Pelaporan hasil teguran dan/atau peringatan kepada Wajib Pajak Restoran
dan Pajak Hiburan.
10. Pembukuan dan pelaporan Pajak Restoran dan Pajak Hiburan.
11. Pelayanan pajak Pajak Restoran dan Pajak Hiburan.
12. Pelaksanaan dan monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan sub Bidang;
dan
13. Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Pajak
Daerah I sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya.
Selain dari fungsi, Sub Bidang Pajak Restoran dan Pajak Hiburan mempunyai tugas
pokok melaksanakan penggalian potensi, pendataan dan pendaftaran, penilaian dan
verifikasi, penetapan besaran dan tagihan piutang, pembukuan dan pelayanan Pajak
Restoran dan Pajak Hiburan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan sebagaimana dikemukakan pada Bab
tersebut di atas, dikemukakan saran sebagai berikut:
Potensi Pajak Daerah, khususnya Pajak Restoran di Kabupaten Cirebon terhadap
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat potensial sekali, karena perkembangan
Vol. 1, No. 1, Januari 2020
p-ISSN 2798-4125; e-ISSN 2798-4311
36 glosains.greenpublisher.id
jumlah restoran Kabupaten Cirebon terus meningkat seiring dengan kuliner khas yang
sudah terkenal secara nasional seperti nasi/sega jamblang, empal gendong, dan tahu gejrot
dan kuliner lainnya yang dimiliki oleh Kabupaten Cirebon sangat potensial untuk dijadikan
PAD Kabupaten Cirebon sebagai modal pembangunan, namun belum tergali secara
maksimal, sehingga belum dapat membantu PAD Kabupaten Cirebon secara maksimal.
Mekanisme Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah dalam pemungutan Pajak Restoran di
Kabupaten Cirebon yang dilaksanakan oleh Sub Bidang Pajak Restoran dan Pajak Hiburan
dilakukan secara konvensional belum secara online, sehingga PAD dari sektor Pajak
Restoran ini masih relatif rendah sekali, disamping kesadaran wajib pajak untuk memenuhi
kewajiban pembayarannya secara tepat waktu serta pemahaman terhadap ketentuan
pemberlakukan pajak, masih perlu terus ditingkatkan.
Bibliografi
Agu, Meilan. (2015). Evaluasi Penerapan Sistem Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan
Bangunan (BPHTB) Sebagai Pajak Daerah Pada Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 15(5).
Andayani, Anak Agung Istri, Martono, Edhi, & Muhamad, Muhamad. (2017).
Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata dan implikasinya
terhadap ketahanan sosial budaya wilayah (studi di desa wisata Penglipuran Bali).
Jurnal Ketahanan Nasional, 23(1), 116.
Budhi, Roebing Gunawan. (2017). Revolusi Karyawan. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Hidayat, Mhd Taufiq. (2014). Penerepan Tax Planning Untuk Meminimalkan Pajak
Pertambahan Nilai Pada PT. Astra International TBK Auto 2000 Medan.
Mulyanti, Risna. (2017). Analisis potensi pajak restoran di daerah kawasan wisata
Cibodas Kabupaten Cianjur. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Prestika, Wiwit Yulia, & Susetyo, Aris. (2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan
Dana Perimbangan Terhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Kebumen Tahun 2009-2018. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen, Bisnis Dan
Akuntansi (JIMMBA), 2(1), 5563.
Puspita, Yeni, & Wicaksono, Galih. (2017). Analisis Potensi Pajak Restoran di Kabupaten
Banyuwangi (Studi Kasus Kecamatan Banyuwangi).
Rompis, Natalia Ester, Ilat, Ventje, & Wangkar, Anneke. (2015). Analisis Kontribusi Pajak
Kendaraan Bermotor Terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sulawesi Utara
(Studi Kasus Pada Samsat Airmadidi). Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 15(4).
Simandjuntak, Reynold. (2016). Sistem Desentralisasi Dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia Perspektif Yuridis Konstitusional. Journal de Jure, 7(1), 5767.
Sofyan, Mohammad. (2016). Sistem Pengendalian Intern Pengelolaan Pajak Restoran
Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Jurnal Eksekutif,
13(1).
Sutrisna, I. Wayan. (2018). Mewujudkan Pembangunan Partisipatif Dalam
Penanggulangan Masalah Kemiskinan Di Era Otonomi Daerah. Jurnal Ilmiah
Cakrawarti, 1(1), 1320.
Tahir, Arifin. (2014). Kebijakan publik dan transparansi penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Walakandou, Randy J. R. (2013). Analisis Kontribusi Pajak Hotel Terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Di Kota Manado. Jurnal Emba: Jurnal Riset Ekonomi,
Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 1(3).
Widagdo, Ridwan, & Rokhlinasari, Sri. (2017). Dampak Keberadaan Pariwisata Religi
terhadap Perkembangan Ekonomi Masyarakat Cirebon. Al-Amwal: Jurnal Ekonomi
Dan Perbankan Syari’ah, 9(1).
Tinjauan Yuridis Potensi Pajak Restoran Terhadap
Pendapatan Asli Daerah
Glosains: Jurnal
Global Indonesia
Muktar 37
Yustisia, Bara Fellayani. (2018). TINJAUAN YURIDIS TENTANG TANAH WAKAF YANG
DIAMBIL ALIH OLEH AHLI WARIS BERDASARKAN HUKUM ISLAM DAN UU
NO 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. Bandung: Fakultas Hukum Unpas.